Made in China. Mungkin ini kalimat
paling tersohor seantero dunia. Terkenal bukan karena kualitas, melainkan
stereotip barang asli tapi palsu
yang biasa mereka produksi. Mulai dari bola sepak, pakaian, alas kaki hingga
mainan, semua ada versi kw nya. Kw nya pun beragam. Bisa kw 1, 2 atau 3. Kualitas
barang kw 1 relatif mirip dengan produk aslinya. Sekilas bahkan ada yang
terlihat persis sama walau jika ditilik-tilik lagi akan terlihat bahwa
kualitas bahan sedikit di bawah barang asli.
Nah, jangankan barang,
lukisan pun banyak yang aspal alias asli tapi palsu! Kesulitan menemukan
pekerjaan membuat sebagian lulusan universitas seni di RRC menjadi pekerja
duplikasi lukisan. Lihai betul mereka membuat lukisan persis aslinya
dari karya maestro terkenal seperti Rembrant maupun Picasso! Apa boleh buat,
skill lukis yang demikian tinggi akhirnya beralih dari niat memproduksi lukisan
orisinal hasil karya sendiri menjadi mengejar kemiripan karya klasik
yang bisa dijual.
Sungguh ironis
menyaksikan perjalanan sejarah bangsa RRC. Cita rasa dan nilai budaya yang
begitu luhur warisan nenek moyang amat kontras perbedaannya dengan produksi
massal berlebihan yang digeluti oleh orang RRC sekarang. Hanya demi mengejar
omzet, mereka melupakan kualitas dan harga diri. Bahkan akibat genjotan
produksi tersebut alam menjadi korbannya. Beda dengan zaman dulu di mana
Tiongkok terkenal dengan keindahan alamnya, kini di kota besar udara bersih
menjadi langka. Sungai-sungai tercemar logam berat industri. Betapa banyak hal
yang harus dikorbankan demi sebuah pertumbuhan ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar