Rabu, 17 Februari 2016

Magnus Heikkinen

Dia di sana dan tiada yang peduli. Namanya Magnus Heikkinen. Sebut saja dia Tuan Heikkinen. Sosoknya seperti manusia rata-rata berusia paruh baya lain yang berjalan di antara belantara Kota Helsinki. Wajahnya mencerminkan ras setempat, tidak mencolok. Kota itu sibuk, satu sama lain saling tak peduli. Usia pria itu telah menginjak 60 tahun. Tinggal 5 tahun lagi maka ia akan memasuki masa pensiun. Tuan Heikkinen berjalan agak cepat ke kantornya. Ia mengangguk sopan pada kolega yang berpapasan dengannya di jalan. Kemudian, ia duduk dengan agak bermalasan di bangku kerja. Ini sudah memasuki tahun ke-30 kariernya. Lokasi kantor itu sejak dulu sama. Namun situasinya sudah jauh berbeda. Jalanan kian ramai, bangunan perkantoran di sana juga semakin modern - termasuk kantornya. Interior ruangan tempatnya bekerja pun semakin berwarna sejak diubah oleh seorang karyawan baru yang masih muda.

Karyawan baru itu adalah anak muda yang berisik! Namanya Josef Salo. Semua orang menyebutnya Si Gila Salo”. Tiap hari anak itu berteriak-teriak sendiri menatap smartphone Nokia-nya sambil asyik main game Angry Birds. Ia selalu tertawa keras, suaranya memenuhi seisi ruangan, membuatnya sinting! Benar-benar mengganggu masa tuanya yang tenang! Mengacaukan orientasi dunianya yang datar dan kelabu. Entah sejak kapan pria pendiam itu tidak menyukai segala hal yang mencolok: warna-warna tropis, popularitas, suara keras, musik yang kencang, berita sensasional dan anak muda yang hilir mudik sambil tertawa ke sana kemari. Baginya, dunia tak boleh berubah: tetap lurus, konvensional, aman, tenang dan kelabu.

Seusai jam kerja, Tuan Heikkinen berjalan gontai dengan wajah tanpa ekspresi menuju perhentian bus terdekat. Si Gila Salo masih saja terdengar terlalu bersemangat menyapa semua orang. Huh, Generasi Y yang kubenci! Pikirnya. Mereka adalah anak-anak yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa. Orang-orang ini akrab dengan orang tuanya hingga nyaris tanpa rasa hormat! Indeks prestasi mereka semasa kuliah relatif tinggi dan sejak kecil menyenangi medali, perlombaan dan piala. Orang-orang ini senang cari perhatian, gila pengakuan namun punya kecepatan seperti roller coaster dalam menyelesaikan permasalahan dunia kerja. Sayang sekali, mereka tidak menghormati birokrasi dan senioritas. Mereka pun nyaris tak tahu sopan santun. Ah, seandainya Si Gila Salo itu tidak berada di sekitarku, maka semua akan baik-baik saja, pikirnya sambil melangkahkan kaki ke dalam bus ber-AC itu.

Tuan Heikkinen menatap pemandangan yang sudah sekian puluh ribu kali dilihatnya hampir setiap hari sejak 1981. Ia turun di perhentian tak jauh dari apartemennya. Lamat-lamat penglihatannya terhalang oleh sebuah refleksi sinar hologram yang berpendar bak mozaik gereja yang telah lama tak dikunjunginya sejak ia memutuskan untuk tak lagi peduli kepada Yesus. Ia menghindar dari refleksi itu namun cahaya sialan itu selalu mengikuti.

Z-z-zaaappp!!! sinar itu menyedotnya masuk ke dalam sebuah dimensi dengan bentuk sarat distorsi. Warna kelabu dan ungu metalik kegemarannya dihancurkan dengan semena-mena oleh lelehan cat berwarna kontras menusuk mata. Ia berenang-renang dan terapung tanpa arah pada dimensi tanpa tempat untuk berpijak itu. Aroma permen karet menusuk hidungnya. I hate this! Maki pria itu dalam hati. Benar-benar aroma artifisial! Ia memperhatikan ke sekelilingnya. Laptop, kursi kerja, jam dinding, dan berkas-berkas itu berbentuk bagaikan es krim yang mencair. Kemudian, sesosok makhluk hijau seperti bekicot raksasa dengan dua antena besar dan ribuan tentakel kecil yang tersebar tak karuan di lapisan kulitnya menariknya masuk ke dalam sebuah ruangan dengan kekuatan kosmik. Suara pita kaset rusak bergaung berulang-ulang ditelinganya membuat file dalam memori otaknya kacau balau. Sebuah suara serak yang tak enak didengar keluar dari mulut makhluk aneh itu. Lantas, makhluk itu memasukkannya ke dalam sebuah vas bunga keramik raksasa. Pria itu nyaris tersedak mencium bau tanah yang demikian pekat di dalam vas itu. Dari bawah tanah, akar tumbuh dengan kecepatan ekstra, lalu memecahkan vas dan membelit tubuh Tuan Heikkinen. Salah satu pucuk daun yang berada di akar membesar, membesar, lalu melahapnya! Terdengar bunyi mengunyah yang demikian menjijikkan pada saat pria itu dibuat tak sadarkan diri. Kemudian, cengkeraman akar tersebut terlepas. Helaian kubis raksasa mendesis, membungkus tubuh pria malang itu. Bekicot raksasa tertawa culas membahana. Sinar kosmik dari kedua antenanya menyambar sosok manusia kubis itu. Seketika helaian kubis lenyap diikuti oleh menghilangnya dimensi aneh tersebut. Tuan Heikkinen kini berjalan gontai tanpa semangat menuju apartemennya. Matanya kosong, bagai ventrilokis yang dimainkan oleh seorang dalang.

Sesampainya di apartemen, ia merasa gila karena lapar! Peti-peti di bawah kitchen set dibongkar. Ada sekarung jamur dan kentang yang masih penuh dengan lapisan tanah gembur. Dia kalap! Dilahapnya dengan segera stok makanan tersebut hingga nyaris tak bersisa. Setelah itu, ia kejang-kejang dan ambruk di lantai dapur! Keesokan harinya, Tuan Heikkinen kembali masuk kantor seperti biasa. Nyaris tak ada orang melihat perbedaannya. Namun, bukan berarti tidak sama sekali...

Cafetaria jam makan siang. Tuan Heikkinen duduk di bangku usai memesan makanan. Ia hanya memesan salad dengan dressing mayonnaise. Padahal biasanya ia memesan roti dan sup ikan salmon.

Tanpa sengaja, Salo melihat sesuatu yang muncul keluar dari dalam hidung Tuan Heikkinen. Benda itu hijau dan melesak keluar, bergerombol dengan ujung-ujung bergerigi, batangnya sedikit terlihat. Anak muda itu mengucek-ngucek matanya. Dia tidak salah lihat, itu peterseli! Peterseli itu tertarik masuk dan keluar, bergantian dari satu lubang hidung ke lubang yang lain sambil Tuan Heikkinen menyantap saladnya. Pemandangan yang sangat ganjil. Sekejap matanya bersinar hijau. Salo bergidik! Namun setelah salad habis, peterseli kembali masuk ke dalam hidung hingga nyaris tak bersisa. Mata Tuan Heikkinen itu kembali dingin tanpa ekspresi.

Penasaran, Salo membuntutinya seusai jam kantor. Untuk sesaat ia mengesampingkan Angry Birds nya. Sebuah hologram aneh muncul kembali di sebuah jalan sepi menuju apartemen Tuan Heikkinen. Hologram itu menyedotnya! Namun segera hilang ketika Salo itu hendak mengejarnya. Salo mengelus-elus dagunya. Sepertinya aku tahu sesuatu, gumamnya.

Keesokan harinya, Salo masih membuntuti Tuan Heikkinen. Karakter Angry Birds dalam mimpinya mengatakan supaya ia melemparkan seulas tali tambang agar bisa masuk ke dalam dimensi itu. Bergegas ia lari sebelum portal itu lenyap dan melemparkan talinya, Hap!!! Ia berhasil! Masuklah anak muda itu ke dalam ruang tanpa dasar dengan bentuk-bentuk terdistorsi. Ia merentangkan tangannya, berenang mengikuti Tuan Heikkinen.

Lalu, sampailah mereka pada sebuah ruangan berbentuk keong raksasa. Sebuah suara tawa yang tak enak didengar memenuhi seisi dimensi. Antena bekicot itu melambai-lambai dengan liar. Salo merasa mual. Kepalanya pening, telinga berdenging. Segera ia sembunyi di balik tembok dan mencoba mencari celah untuk mengintip apa yang sedang terjadi. Salo terkejut. Sang bekicot hijau raksasa sedang melakukan cuci otak!

Rasakan kau pria tua! Hahahaha! Hidupmu hanya dihabiskan untuk pulang pergi ke kantor dan berdiam diri di depan komputer. Benar-benar manusia menyedihkan, tanpa kreativitas dan spontanitas. Tapi itu yang kami suka, hahahaha! Jika target pertama sepertimu mudah dikuasai, akan semakin banyak lagi salary man yang tunduk di bawah kakiku! Hahahaha! tawanya culas. Salo bergidik. Apakah yang harus dia lakukan untuk menolong koleganya? Tiba-tiba, sebuah suara mengalun di otaknya. Lagu kelam itu dimainkan dengan keyboard, kemudian zombie-zombie muncul dari bawah tanah. Itu lagu game Zombie vs Plant! Cepat-cepat anak itu menyentuh layar sentuh smartphone Nokia nya untuk memainkan game tadi. Ia menyetel dalam volume suara maksimal. Seketika, dinding rumah keong raksasa itu retak dan penghuni di dalamnya berhamburan.

"A Apa yang terjadi?" kata Tuan Heikkinen. Ia sudah sadarkan diri.

Bekicot hijau raksasa memandang penuh kebencian pada anak muda itu, Hhh, K K Kau !!! Tentakelnya mulai membabi buta mengeluarkan sinar laser berdaya rusak tinggi.

"Cepatlah!: Salo menarik tangan koleganya.

Apa yang harus kulakukan? Pikir Salo. Tapi ini dunia penuh fantasi. Aku harus bisa membayangkan sesuatu yang akan membunuh bekicot sialan itu! Ingatannya melayang pada sebuah peristiwa di masa kecilnya. Saat itu sedang ada hama bekicot di pekarangan rumahnya. Dan ibunya membubuhkan sesuatu pada hewan-hewan kecil itu: garam! Ya, garam! Maka seluruhnya akan mencair dan berubah menjadi lendir.

Salo berkonsentrasi penuh membayangkan senapan kuning berbentuk mirip pistol air. Di bagian dalamnya ada garam yang bisa diisi ulang. Tidak perlu menunggu lama, senapan itu sudah ada dalam genggamannya. Lalu, terjadilah pertarungan dahsyat sambar menyambar antara sinar laser yang bisa menghanguskan targetnya dengan semprotan garam. Rupanya latihan ringan di palang-palang taman kota membuat anak muda itu pandai berkelit! Tuan Heikkinen sudah diungsikan ke tempat yang aman. Namun, sesekali kepalanya masih menjulur keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi. Beberapa ujung pakaian Salo hangus terbakar. Namun ia tidak menyerah dan terus berusaha menyemprotkan garam tersebut ke tubuh bekicot raksasa. Ah, akhirnya tepat sasaran! Bekicot itu memegangi kepalanya dengan putus asa.

"Aaaaarghhh!!!" pekiknya hingga memecahkan seluruh dinding rumah keong raksasa. Bekicot itu melumer, lendir hijau menjijikkan bertetesan lalu bercampur dengan dinding dimensi yang berwarna coral, kuning dan biru muda yang bercampur tak beraturan bak marmer dan Zaaap!!! seluruh dimensi itu lenyap. Kini, mereka berada di trotoar jalan, terduduk kebingungan saling berpandangan. Tuan Heikkinen tampak kikuk.

"Oh, te terima kasih!" katanya sambil mengulurkan tangan pada Salo. Salo menyambutnya dan tersenyum jenaka.

Hmmm tubuhku sekarang agak kaku-kaku. Kau mau menemaniku jogging di taman akhir pekan ini? tanya Tuan Heikknen ragu-ragu.

"Oh, tentu!" jawab Salo riang.

"Dan, kapan-kapan ajari aku main game Angry Birds itu. Aku tak mau jadi orang tua tanpa kreativitas," katanya dengan nada menggerutu. Salo tertawa.

"Hahaha, itu bisa diatur!" katanya sambil melambaikan tangan, berbalik arah menuju apartemennya sendiri.

"Sampai ketemu besok!" sahutnya dari kejauhan. Seperti biasa, ramah dan tanpa sopan santun. Tapi, kali ini Tuan Heikkinen tak peduli. Ia tersenyum. Sudah lama sekali ia tidak tersenyum. Ternyata senyum itu terasa menyenangkan! Ia menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali seolah tak percaya lalu melangkah ringan menuju apartemennya.