Judul
Buku : Islam Risalah Cinta dan
Kebahagiaan
Penulis : Haidar Bagir
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : Pertama, 2013
Tebal : xviii + 218
Umumnya,
kata “cinta” identik dengan ajaran Kristiani. Sementara, Islam justru digambarkan
sebagian media barat sebagai agama ‘pedang dan perang’. Buku ini melalui
pendalaman tasawuf mencoba mematahkan anggapan tersebut.
Sejatinya,
Islam merupakan agama cinta karena fungsinya sebagai rahmat bagi alam semesta. Rahmat
ini dapat ditunjukkan dan disebarluaskan dengan berakhlak baik melalui
silaturahim. Makna silaturahim sendiri ialah memasukkan rasa bahagia ke dalam
hati sesama. Berakhlak dengan akhlak-Nya adalah puncak kemuliaan manusia yang
diteladani dari Nabi Muhammad. Akhlak Nabi Saw adalah Al-Qur’an. Nur Muhammad
ialah penciptaan-Nya yang pertama.
Banyak
pembahasan yang memperbarui pengetahuan kita saat membaca buku ini, termasuk di
antaranya tentang neraka. Dirunut dari tata bahasa, disimpulkan bahwa neraka
merupakan makhluk Allah. Keberadaannya kekal namun siksanya tidak kekal bahkan
bisa jadi kehilangan fungsi ‘membakar’nya seperti yang terjadi pada Nabi
Ibrahim. Bahkan sesungguhnya api neraka merupakan tanda tanda kasih sayang
Allah yang ingin memurnikan kembali jiwa manusia.
Cinta
dan kebahagiaan adalah dua hal yang tak terpisahkan. Kebahagiaan tak mungkin
terwujud tanpa cinta. Cinta lahir dari gairah hidup dan gairah hidup tergantung
pada keberadaan makna hidup pada diri seseorang.
Diungkap
dalam buku ini bahwa kebahagiaan tidak sama dengan kumpulan nikmat (pleasure). Sifat kebahagiaan itu non-fisik,
non-psikologis dan spiritual sehingga tidak terkait dengan kemasan luar seperti
kenikmatan atau kesedihan. Karenanya, diperlukan sikap batin untuk menyikapi
persitiwa apa pun dengan sabar dan syukur guna meredam kondisi yang berpotensi
menggelisahkan hidup. Manusia berbakat bahagia sepanjang ia siap sedia untuk
berbahagia. Prasangka baik kepada Allah mampu menembus kemasan peristiwa.
Kemampuan mencari hikmah di setiap peristiwa ini harus terus dilatih agar kebahagiaan
selalu bersama kita tanpa harus dikejar.
Tuhan
adalah cinta. Setiap manusia adalah soulmate-Nya.
Kedekatan pada-Nya adalah surga yang mustahil diperoleh tanpa perjuangan
melawan nafsu dan egoisme, unsur yang membutakan hati untuk mencintai sekaligus
melihat-Nya. Alam semesta sendiri tercipta dan digerakkan oleh cinta. Ujian
adalah tanda cinta-Nya. Ujian sesungguhnya atas iman ialah kesiapan untuk
memberi dan menolong orang lain. Orang yang mencinta pada hakikatnya menghamba
pada yang dicintainya. Salah satu perjuangan untuk menggapai cinta-Nya ialah
membersihkan hati dari nafsu duniawi. Jika Allah mencintai hamba-Nya, ia akan melihat
dan mendengar dengan penglihatan dan pendengaran-Nya. Adapun syarat kebahagiaan
sejati ialah berbuat kebaikan, serta mencintai kebenaran dan keindahan. Manusia
tak akan pernah berbahagia sebelum bersahabat dengan Tuhannya. Siapa yang
mengenal Allah akan mencintai-Nya dan siapa yang mengenal dunia akan
membencinya. Menurut para sufi, puncak hubungan tertinggi dengan-Nya ialah saat
manusia mencapai fana. Dalam keadaan fana, keakuan dan egoisme ditaklukkan
sehingga manusia kembali menyatu dengan-Nya, sumber keberadaan kita.
Adapun
tanda kecintaan kepada Allah ialah: 1. Tidak membenci pikiran tentang kematian
karena kematian adalah pertemuan dengan-Nya, 2. Rela mengorbankan kehendaknya
demi kehendak Allah, 3. Menghidupkan zikrullah dalam hati, 4. Mencintai Al
Qur’an, 5. Tamak terhadap uzlah untuk tujuan ibadah, 6. Ibadah menjadi mudah
baginya, 7. Mencintai-Nya serta membenci orang kafir dan fasik.
Salah
satu kunci kebahagiaan ialah kemampuan mengembangkan ridha yakni bersyukur saat
lapang, bersabar saat bencana dan rela dengan ketentuan-Nya. Pada hakikatnya,
apa pun yang datang dari-Nya adalah baik. Hanya kemasan saja yang terlihat
seolah bencana. Ini terkait erat dengan persepsi. padahal, di balik kemasan
tersebut ada hikmah yang menjadi perantara maupun pembelok jalan menuju apa
yang kita cari. Maka dengan ridha, apapun yang terjadi pada dirinya, ia merasa
tenteram dan puas. Sehingga, sikap orang bahagia terhadap nasib buruk ialah tak
segera terpengaruh karena tak terbiasa untuk takut atau sedih dan mampu menahan
diri sehingga tetap bahagia. Dengan kata lain, kebahagiaan sejati itu bersifat
tetap, tidak sirna atau berubah-ubah. Sabar dan syukur adalah dua sisi mata
uang. Pada waktu yang sama, orang yang mampu bersyukur mampu pula bersabar dan
sebaliknya.
Sabda
Rasulullah Saw: “Kebaikan ialah apa-apa yang jika kamu lakukan hatimu tenang
(damai), sedangkan kejahatan ialah apa-apa yang jika kamu lakukan hatimu
gelisah.” Salah satu ciri akhlak baik adalah integritas. Dengan integritas,
manusia setia pada moralitas. Tanpanya, manusia tak dapat menikmati hidup yang
penuh, damai dan bahagia (fulfilled). Penyatuan
antara kata dan perbuatan membentuk budi pekerti yang luhur. Dengan kata lain,
integritas berarti berakhlak baik sesuai fitrah kebaikan manusia. Hanya manusia
utuh yang bisa hidup dalam keseimbangan, kestabilan, ketentraman dan
kebahagiaan.
Bisa
dikatakan, konten buku ini melampaui tips cara mencapai kebahagiaan seperti
yang umum ditemui dalam buku-buku self-help
dunia barat. Dari segi kebahasaan, pemilihan kata-kata dalam buku ini puitis
tanpa harus kehilangan makna. Membacanya berulang-ulang relatif tidak
menimbulkan kebosanan, bahkan menciptakan pemahaman baru yang lebih mendalam. Di
samping itu, argumen dalam buku ini pun diperkuat oleh pendapat dan fakta yang
diperoleh dari tokoh ilmuwan maupun filsuf barat. Meski demikan, ada aspek yang
perlu diartikan lebih berhati-hati terkait makna penyatuan Tuhan dengan
manusia. Singkat kata, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca maupun
direnungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar