Rena terisak di kamat
kost-nya. Apa salah dia sampai Dion tega mengusirnya
semalam? Memang, bibinya baru datang dari Pontianak. Namun, apa tak
boleh ia bermalam hingga pagi menjelang dan aman baginya pulang seorang diri? Toh
di sana ia tak berulah macam-macam. Bahkan meski hampir tiap pekan Dion bermalam di kost-an Rena menemani malam-malam panjang,
mengajaknya bercinta.
Ia bombardir segala keluh
kesahnya tentang Dion ke nomor ponsel para sahabat yang memahami kepahitan
ini. Ia tak peduli lagi meski nanti Dion marah-marah setelah mengecek ponselnya
dan mengetahui apa yang baru ia lakukan. Dimarahi, dipukul, ditampar atau apa
pun Rena sudah tak peduli. Jalinan cinta mereka
sudah berjalan 6 tahun. Awalnya memang indah. Sampai
sekarang pun masih manis diingat meski juga pahit.
Sebagai anak perantauan
yang menempuh studi di Bandung, sejak berhubungan
dengan Dion Rena tak lagi merasa
sendirian. Dion selalu menghujaninya dengan perhatian dan
hadiah. Meski temperamental, Rena tetap bersabar dalam
penantian panjang. Ia berharap cinta
dapat mengubah segalanya. Saat Dion emosi, Rena selalu mengelus dada: “Dion mungkin sedang lemah,”
pikirnya. Mereka sering bertengkar. Namun sebagai wanita Rena kalah tenaga.
Jika tak sengaja mengatakan hal yang membuat Dion
tersinggung,
pukulan bisa mendarat di sekujur tubuhnya.
Sakit memang diperlakukan
seperti itu. Namun ia terlanjur menyerahkan mahkotanya. Lagipula, toh Dion selalu tampak amat menyesal setelah mengata-ngatai dan
memukulnya. Ia akan mempermanis permohonan maafnya dengan berbagai
hadiah mahal. Maklum, Dion memang anak orang berada.
Kemudian, Evan memperindah semuanya dengan mengajak Rena makan di tempat mahal. Ia akan mengatakan hal romantis yang
membuat Rena tersentuh. Dan dengan mudahnya Rena memaklumi Dion.
Namun ini sudah tahun keenam. Dan dengan
pengusiran tempo hari, rasanya klimaks! Detik itu juga Dion membatalkan
rencana pernikahan mereka. Hati Rena hancur.
Ini cerpen ya? Kalau kisah nyata, keterlaluan tuh si Dion.
BalasHapus