Sudah sekian lama Icha
tak bertemu sahabatnya dari luar kota, Dyah. Dua tahun yang lalu, mereka masih
bekerja di kantor yang sama. Namun, Icha mengundurkan diri karena sudah
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Kini, mereka bertemu kembali di sebuah
restoran. Isal, suami Dyah asyik ngobrol dengan rekan lain di tempat yang agak
berjauhan saat mereka berdua mengobrol ringan. Girls talks. Zona wanita.
Dyah banyak berubah
dibanding saat pertama kali mengenalnya. Dulu ia belum berhijab. Tubuhnya
memang tinggi kurus, namun Dyah punya gestur yang menggoda. Belum lagi
mata ekspresif bersorot agak jalang itu. Kulitnya putih agak pucat
dengan rambut hitam pekat mencapai pinggang. Bibirnya tipis dengan wajah tirus.
Kulitnya tidak halus sempurna, namun tetap menarik. Penampilan Dyah selalu
modis tetapi tidak pasaran. Sifatnya agak sensitif dan sering marah-marah.
Namun ia setia kawan, selalu membantu teman yang kesusahan. Jika lebih lama
mengenalnya, orang akan tahu bahwa gadis itu memiliki watak yang manis di balik
temperamen yang agak keras dan sedikit judes.
Ada banyak hal terjadi dalam hidupnya. Beberapa saat setelah Dyah memutuskan
berhijab, sang kekasih memutuskan tanpa sebab yang jelas. Saat itu, Dyah
menelepon sambil menangis. Ia cerita banyak tentang mantan pacarnya yang
temperamental. Tak jarang mantannya melakukan kekerasan dalam pacaran. Ia
merasa dibuang setelah memberi cinta begitu banyak. Namun, justru Icha
bersyukur. Revin, mantan pacar Dyah bukan cowok baik-baik. Ia dan
sahabat-sahabat Dyah yang lain tahu itu dan menyarankan untuk berpisah. Namun
karena cinta Dyah selalu mencoba menyangkal. Pada akhirnya, yang terjadi adalah
seperti itu. Kini, Dyah telah menikah dengan Isal. Isal pun rekan kerja Icha
dulu. Dengan kata lain, mereka bertiga pernah sekantor. Tampang Isal biasa
saja, kalah jauh dengan Revin yang putih dan ganteng. Namun ia sopan pada
wanita, peramah, baik hati dan rajin shalat. Sebagai sahabat, Icha sangat
bersyukur Dyah telah terbebas dari Revin.
Banyak sekali hal yang
mereka bicarakan. Namun Icha masih sempat mengamati raut wajah Dyah. Ekspresi
sedih di matanya dulu sudah tidak ada. Mimik sendu seolah mengingat sesuatu
yang berat sirna entah ke mana. Raut-raut murung tersebut telah berubah
menjadi kebahagiaan. Bahasa tubuh Dyah lebih rileks, santai dan nyaman.
Tidak gelisah seperti dulu. Seulas senyum merekah di bibir Icha. Senang sekali
rasanya melihat sahabat terbaiknya bisa berbahagia seperti sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar