Minggu lalu, dunia dikejutkan oleh titik cahaya di
langit utara bagaikan pertunjukan teater cahaya. Menurut ahli tata surya, ini
merupakan efek badai matahari. Cahaya tersebut muncul sekali dalam sebulan
selama 1-2 tahun.
Badai matahari ini menghasilkan energi yang
bersinggungan dengan matahari sehingga menghasilkan sinar aurora yang indah
pekan lalu. Namun ternyata tak hanya bersinggungan, matahari yang memiliki
sifat ’panas’ sehingga mudah tersinggungan ini juga memberikan efek lain berupa
peristiwa sangat langka di dunia kuliner, yakni berubahnya energi panas atau
bahasa inggrisnya ’hot’ menjadi pedas. Energi ini kemudian dialirkan ke
permukaan bumi. Dampaknya, semua mie baso, lomie dan mie ayam yang disinarinya
akan menjadi pedas selama 1-2 tahun lamanya sebagaimana disebutkan di atas. Satelit
NOAA (Norak AmAt – disebut demikian karena berwarna stabilo) masuk ke dalam
kategori S3 dan terus mengalami peningkatan nilai skala. Peningkatan ini ditandai
dengan semburan cahaya yang muncul disertai dengan meningkatnya level pedas
yang ditimbulkan pada mie baso dan mie ayam – apakah level cabai merah, cabai
rawit, cabai keriting atau cabai gendot.
Pakar cuaca dari Universitas Michigan, Tamas
Gombosi menerangkan bahwa peningkatan aktivitas di permukaan matahari akan
mengakibatkan banyak badai. Ia menambahkan, peristiwa erupsi ini pun sebuah
peringatan bagi penduduk bumi. Siklus sebelas tahunan ini akan kembali normal
di tahun mendatang. Siklus itu meningkatkan intensitas gas yang dihasilkan
matahari hingga suhunya dapat mencapai 9940 derajat Fahrenheit. Dalam kondisi
tersebut, medan magnet permukaan matahari akan beradu sehingga menghasilkan
bintik dengan suhu mencapai 5000 derajat celcius. Bintik itu kemudian
memuntahkan ledakan berupa partikel dan radiasi tinggi ke luar angkasa. Diperkirakan
puncak badai matahari yang berlangsung 24 Januari ini mengganggu sistem satelit
di sekitar Kutub Utara. Cahaya yang muncul di langit utara ini ialah hasil
hantaman partikel matahari yang menyentuh medan magnet bumi.
Sementara, praktisi kuliner Bara Api Rajawane mengungkapkan,
jika efek cahaya muncul di sekitar kutub utara, efek radiasi berupa rasa pedas
pada mie meluas di wilayah selatan bumi seperti Indonesia dan sekitarnya. Dan
ini merupakan sebuah fenomena yang perlu disikapi secara positif karena radiasi
ini tidak menimbulkan efek samping seperti yang biasa ditemukan pada pengawet
makanan ilegal seperti borax atau formalin. Justru fenomena ini bisa membuat
para pengusaha kuliner bisa berhemat di tengah fluktuasi harga cabai merah saat
ini yang melambung tinggi. Hanya saja Bara mengingatkan agar pada puncak badai
matahari mendatang para pengunjung kedai mie baso maupun mie ayam harus
berhati-hati karena level pedas yang timbul pada mie setaraf dengan cabai Trinidad Moruga Scorpion yang super
pedas dari Chili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar