Shinta mendesah lagi.
Belum lama rebonding, gara-gara hujan gerimis kemarin ikal rambutnya mencuat
lagi. Uuh, harus keluar uang berapa lagi? Padahal belum gajian, keluhnya. Jam
masih menunjukkan pukul 12.15 di kantin kantor. Astrid, teman satu divisinya
begitu santai menyantap sop buntut goreng. Aduh jeng, wanginya itu lho menggoda
sekali... air liur Shinta menetes. Tapi, begitu ingat kandungan kolesterol dan
lemaknya sih no way! Makanya, waktu
Astrid menawari, ia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Bayangan
tubuhnya yang berisi di resepsi pernikahan nanti memporakporandakan hatinya.
Sebentar lagi Shinta menikah. Umumnya tiap calon pengantin ingin citra
tak terlupakan saat resepsi. Kulit putih bersih,
rambut tertata indah serta tubuh langsing menjadi pencitraan sempurna
sosok pengantin wanita ideal di mata para hadirin. Imaji cantik yang
terlanjur digambarkan sebagai sosol wanita berkulit putih, rambut lurus panjang
dan pinggang nan ramping telah lama mengusiknya. Untuk mewujudkan imajinasi
itu, Shinta harus bekerja ekstra keras. Kulit aslinya yang berwarna sawo matang
serta rambut asli yang ikal jauh dari bayangan citra cantik ideal dalam
pikirannya. Pikiran yang terus menerus tersugesti oleh iklan televisi.
Kenyataan tersebut membuatnya harus rajin ke salon untuk bleaching kulit dan rebonding
rambut. Namun toh upaya Shinta tak sia-sia. Ia berhasil menggaet Wahyu, rekan
divisi lain yang banyak dilirik cewek lain di kantornya. Yang penting sekarang gue sudah laku, senyumnya bangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar