Sabtu, 28 Februari 2015

Deskripsi H-33: Gawat

Andri berjingkat-jingkat menuju dapur. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Aman, tak ada orang! Perlahan ia membuka lemari dapur. Bolu kukus bertabur choco chips membuat air liurnya menetes. Biasanya ibu hanya membuat bolu kukus saat ada tamu. Dan pagi esok, rencananya mereka akan datang ke rumah. Bolu yang dibuat tadi pagi itu sudah dingin. Dan saat ini ibunya sedang tidur siang. Tingkat keamanan di dapur saat ini tinggi. Berarti bagus, ia bisa leluasa meraih salah satunya. 

Bolu kukus buatan ibu memang terkenal enak. Makanya, saat ada tamu Andri pasti tidak kebagian. Karena itu, mumpung ibu lengah lebih baik disikat saja! Lagipula ia tak akan mengambil banyak-banyak kok. Cukup satu buah. Sementara di piring itu masih berjajar selusin bolu kukus. Hilang satu, ibu tak akan panik kok! Tiba-tiba... 

“Assalamualaikum!” ayah masuk begitu saja ke dalam rumah. Saat Jumatan, memang sesekali ayah pulang ke rumah untuk shalat di masjid dekat rumah sekalian makan siang. Lagipula, kantor tak terlampau jauh dari rumah. Sedangkan pada hari Jumat jam istirahat di kantor agak longgar. Tapi, ini berarti gawat! Andri segera menutup lemari dapur perlahan sebelum ketahuan ayah. Waspada, sebelum kegawatan yang lebih parah terjadi! Kemudian, ia beringsut ke ruang tamu dan senyum mesem-mesem sambil menjawab,

“Waalaikumsalam!” ayah mengacak-ngacak rambutnya sambil tertawa. Andri mengelus-elus dadanya: Alhamdulillah, aku selamat dari marabahaya

Eh, ternyata Andri salah besar! Kemudian ayah membuka pintu lemari dapur dan mengudap satu bolu kukus. Setelah itu, ia bilang mau beli lotek di luar. Lantas, ayah segera berganti baju dan memakai kaos kaki, sepatu pantofel kemudian bergegas naik motor menuju kantor kembali tanpa berpesan apa pun. Andri lemas. Bahaya, kalau begini caranya bisa-bisa ibu malah menuduh aku yang mengambil bolu kukus itu! 

Tapi, kalau dipikir-pikir, mengambil satu atau dua pun, toh tetap ia yang disalahkan. Jadi, daripada rugi, lebih baik ia ambil satu bolu kukus itu. Dan hap! Bolu tersebut langsung masuk ke mulutnya. Persis pada saat itulah, ibu bangun...

Jumat, 27 Februari 2015

Deskripsi H-32: Judes



Femmy menahan gemuruh di hatinya saat melayani nasabah bank. Uh, sesak! Kenapa sih aku harus melayani nasabah cowok lagi, cowok lagi? Batinnya. Protes! Jadi customer service bank memang banyak suka dukanya. Sukanya, gaji oke dan pekerjaan cukup bergengsi. Orang akan menghargai kita karena berpenampilan rapi. Sayangnya, gara-gara harus berpenampilan dan berdandan rapi juga kumbang-kumbang tak diundang datang menghinggapi. Nah, ini dia yang bikin kesal! Ya, sering sekali nasabah cowok nggak tahu diri itu meminta nomor ponselnya. Awalnya ia beri saja. Namun karena sering diganggu dan digombali, ia memalsukan nomornya. Belakangan, ia lebih dulu menanyakan nomor ponsel nasabah untuk kemudian dihubungi nanti. Modus, supaya tidak dihubungi duluan! Apalagi kalau nasabah itu tahu ia belum punya pacar, bisa gawat! Makanya, tak jarang Femmy berbohong. Ia memang belum ingin pacaran. Ia ingin fokus karier dulu untuk membantu biaya kuliah adik-adiknya. 

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan nasabah cowok itu dengan ketus dan sekenanya, ia menarik napas lega. Enak rasanya membuang ekspresi judes itu dari wajahnya! Terasa lebih ringan.... Berikutnya nomor antrian A34. Seorang mahasiswi. Femmy kian lega. Seulas senyum ramah kini menghiasi bibirnya. Setelah kejudesan dan keketusan beberapa saat yang lalu, menyenangkan sekali mengembalikan keramahan di raut wajahnya! Sekarang ia bisa melayani nasabah dengan tulus. 

Harus diakui, berat betul menjadi seorang customer service sempurna yang ramah pada setiap orang. Saat ia ramah malah sering disalah artikan, apalagi oleh lawan jenis. Tempo hari saja ada kejadian aneh. Seorang nasabah cowok tiba-tiba memberikan dia sekotak makanan lalu berlalu begitu saja. Nasabah cowok yang lain malah menyengaja berdiri agak jauh menghadapnya lalu tersenyum aneh lama sekali sampai ia jengah. Mengingatnya saja Femmy sudah eneg! Apalagi, sebagai salah satu pegawai tercantik di sana ia acapkali menjadi incaran para pria ganas. Termasuk di antaranya bapak paruh baya yang sudah botak dan punya cucu. Namun karena kaya dan berkedudukan, ia tak segan menggoda gadis berusia jauh di bawahnya.

Kamis, 26 Februari 2015

Deskripsi H-31: Raut



Sudah sekian lama Icha tak bertemu sahabatnya dari luar kota, Dyah. Dua tahun yang lalu, mereka masih bekerja di kantor yang sama. Namun, Icha mengundurkan diri karena sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Kini, mereka bertemu kembali di sebuah restoran. Isal, suami Dyah asyik ngobrol dengan rekan lain di tempat yang agak berjauhan saat mereka berdua mengobrol ringan. Girls talks. Zona wanita. 

Dyah banyak berubah dibanding saat pertama kali mengenalnya. Dulu ia belum berhijab. Tubuhnya memang tinggi kurus, namun Dyah punya gestur yang menggoda. Belum lagi mata ekspresif bersorot agak jalang itu. Kulitnya putih agak pucat dengan rambut hitam pekat mencapai pinggang. Bibirnya tipis dengan wajah tirus. Kulitnya tidak halus sempurna, namun tetap menarik. Penampilan Dyah selalu modis tetapi tidak pasaran. Sifatnya agak sensitif dan sering marah-marah. Namun ia setia kawan, selalu membantu teman yang kesusahan. Jika lebih lama mengenalnya, orang akan tahu bahwa gadis itu memiliki watak yang manis di balik temperamen yang agak keras dan sedikit judes

Ada banyak hal terjadi dalam hidupnya. Beberapa saat setelah Dyah memutuskan berhijab, sang kekasih memutuskan tanpa sebab yang jelas. Saat itu, Dyah menelepon sambil menangis. Ia cerita banyak tentang mantan pacarnya yang temperamental. Tak jarang mantannya melakukan kekerasan dalam pacaran. Ia merasa dibuang setelah memberi cinta begitu banyak. Namun, justru Icha bersyukur. Revin, mantan pacar Dyah bukan cowok baik-baik. Ia dan sahabat-sahabat Dyah yang lain tahu itu dan menyarankan untuk berpisah. Namun karena cinta Dyah selalu mencoba menyangkal. Pada akhirnya, yang terjadi adalah seperti itu. Kini, Dyah telah menikah dengan Isal. Isal pun rekan kerja Icha dulu. Dengan kata lain, mereka bertiga pernah sekantor. Tampang Isal biasa saja, kalah jauh dengan Revin yang putih dan ganteng. Namun ia sopan pada wanita, peramah, baik hati dan rajin shalat. Sebagai sahabat, Icha sangat bersyukur Dyah telah terbebas dari Revin. 

Banyak sekali hal yang mereka bicarakan. Namun Icha masih sempat mengamati raut wajah Dyah. Ekspresi sedih di matanya dulu sudah tidak ada. Mimik sendu seolah mengingat sesuatu yang berat sirna entah ke mana. Raut-raut murung tersebut telah berubah menjadi kebahagiaan. Bahasa tubuh Dyah lebih rileks, santai dan nyaman. Tidak gelisah seperti dulu. Seulas senyum merekah di bibir Icha. Senang sekali rasanya melihat sahabat terbaiknya bisa berbahagia seperti sekarang.

Rabu, 25 Februari 2015

Deskripsi H-30: Tubuh

Untuk yang di bawah 17 tahun jika sampai ke page ini mohon skip ya, maaf ada sedikit "mature content"...



Lila melucuti pakaiannya kemudian membasuh diri di bawah shower. Dito, sang suami tengah menunggunya selesai mandi di kamar. Lila menghela napas, memandang langit-langit. Tergambar wajah suaminya di sana. Lima menit tak bertemu saja ia sudah dirundung rindu. Dito bagai jiwanya sendiri. Betapa beruntung menikahi seorang cinta sejati. Tak semua orang mendapatkannya. 

Lila mematikan shower kemudian mengeringkan badan dengan handuk lembut. Ia menjemurnya di jemuran besi depan kamar mandi. Di tempat tidur, Dito duduk memandangi tubuh indah Lila sambil tersenyum. Berapa kali pun memandangnya, ia tak bisa menahan decak kagum. Raut wajah Lila babyface. Bibirnya merah penuh. Rambutnya sedikit ikal. Saat melempar pandangan tersipu, Dito kian bergairah. 

Lila berjalan dengan tenang ke arah Dito yang masih tiada henti menatapnya. Dito bangkit dari tempat tidur lantas memeluknya dari belakang. Ia mendekatkan hidung ke belakang telinga Lila. Sesuatu dalam perutnya bergejolak. Jantung Lila berdegup saat Dito mulai membelai tubuhnya perlahan. Kemudian ia membopong Lila ke tempat tidur. Mereka berciuman mesra. Lila mendekap tubuh tegap Dito. Ada sesuatu yang lembut menyentuh dada Dito. Ringan, menggelitik, membawanya ke angkasa. 

Cukup lama mereka melakukan foreplay sebelum melangkah ke persebadanan. Sesekali terdengar gelak tawa maupun desahan manja saat membisikkan rayuan di telinganya. Hidung mereka beradu, seperti dua pasang bola mata itu. Hingga akhirnya mengantarkan mereka berdua pada bibir yang terpagut

Setelah Dito mendekapnya dari depan. Jantung Lila berdetak kencang. Pada saat seperti itulah biasanya mereka mulai bersetubuh. Wajah Dito semikian dekat dengannya. Pelukannya bertambah erat. Semua terjadi begitu cepat saat Dito menghunjamkan benih ke dalam tubuhnya. Mereka berdua bagai helaian bulu yang terbang ke langit. Bersatu dalam kesejiwaan. Begitu rileks.  

Selasa, 24 Februari 2015

Deskripsi H-29: Aneh



Aku mencintaimu meski kau hanya seberkas sinar laser. Boleh kan aku menyebutmu seperti itu karena kau adalah seekor kucing yang tidak normal? Kenormalanmu hanya selera makan yang besar seperti kucing-kucing pada umumnya. Sisanya aneh, aneh, aneh. 

Hmm, aku curiga. Jangan-jangan dulu kau adalah galaksi di mana sang bintang pusat semesta meledak bak supernova? Dalam keabsurdan sinar matamu, kulihat energi listrik tegangan tinggi yang menyala-nyala. Bola matamu yang besar itu memandangku dengan absurd. Membuatmu terlihat bagaikan alien. 

Saat kau naik ke pangkuan, kubelai bulu putihmu yang mengingatkanku akan es puter rasa kopyor. Tubuhmu demikian ringan dan tipis. Kakimu bergerak ke sana kemari. Terkadang kau bergoyang mengubah posisi tidurmu. Lalu kau terbangun sambil mendengus dan menjilati bulu pendekmu. Ekormu yang pendek bergoyang bak pantat kancil. Memang tampangmu tak ubahnya kancil kecil yang centil, tengil dan dekil. 

Keanehanmu tidak berhenti sampai di situ. Wajahmu yang tirus coreng moreng dengan warna kelabu keunguan. Kalau dilihat, mulutmu mengkerut di antara coretan-coretan itu. Seperti kismis! Telingamu sangat besar. Bahkan jika keduanya digabungkan mungkin melebihi lebar mukamu. Kala terbangun dari tidur, kau menatapku penuh keingintahuan bagai profesor saintifik. Lalu, kau tertidur lagi dengan sebelah mata terbuka memandang langit. Sungguh aneh melihat caramu berbaring. Kau tidur penuh semangat nyaris sama bersemangatnya seperti saat kau melompat tinggi, tinggi sekali... Ya, kau melompat 4-5 kali panjang tubuhmu bagai bintang sirkus! Di antara segenap ciptaan Tuhan, kau adalah binatang peliharaan yang luar biasa. Kau lincah bak karateka, kuat dan cerdas bak astronot, dan jumpalitan bagai juara olimpiade. Kau akan menjadi pemenang utama di antara spesiesmu yang malas. Kaulah makhluk kesayanganku, Ichalotta Ultra Galactica!

Senin, 23 Februari 2015

Deskripsi H-28: Tekor

Dede frustrasi melihat isi dompetnya yang tekor. Betapa tidak, punya istri cantik bukannya untung malah rugi habis-habisan! Tiap bulan sang istri minta jatah buat beli bedak. Bilangnya sih bedak, prakteknya berjibun! Mulai dari mascara, eye shadow, eye liner, foundation, pelembab, lip gloss, lib balm, lipstik, shampoo, conditioner, blush on dan segala macam tetek bengek alat kosmetik dan kecantikan lainnya. Belum kalau ia merengek minta dibelikan baju. Kalau Dede menganjurkan beli di pasar sang istri pasti merajuk. Ia ingin baju bermerk di department store terkenal. Ia tak mau beli baju di pasar karena modelnya kampungan. Tidak hanya itu, setiap ada produk kosmetik maupun model baju terbaru, dia pasti ingin. Padahal koleksi alat kosmetik dan pakaiannya sudah menumpuk di lemari baju. Jangan-jangan bulan depan Dede harus membeli lemari baru gara-gara lemari lama sudah kepenuhan! Karena rasa sayang yang besar, Dede mengabulkan semua permintaan aneh sang istri. Tapi mau sampai kapan? Ketekoran demi ketekoran dan kerugian demi kerugian terus berlalu seiring waktu. Boro-boro mau nabung untuk sekolah anak atau nyicil rumah, bayar sewa kontrakan bulanan pun sudah empot-empotan. Bulan depan ia harus tegas: jatah bulanan buat bedak dan baju akan dikurangi. Sisanya biar sang istri cari sendiri. Sekali-kali ia harus belajar betapa susahnya mencari uang!

Minggu, 22 Februari 2015

Deskripsi H-27: Kredit

“Setan Kredit” ternyata tidak hanya marak di film lawas Warkop DKI saja, namun masih aktif berkeliaran di sejumlah perkampungan. Entah apa yang merasuk ke ribuan atau bahkan mungkin jutaan penduduk Indonesia sehingga mereka tergila-gila pada barang kreditan. Varian barang yang dikredit pun bermacam-macam. Mulai dari teflon, panci, rice cooker, baju, kulkas, televisi, telepon genggam hingga mobil dan motor. Cicil menjadi kata favorit bagi mereka. Mau beli ini atau itu? Nyicil saja! Apalagi untuk memperolehnya tidak perlu uang tunai untuk membayar lunas barang saat itu juga. Bisa diangsur tiap ada duit. Mudah bukan? Namun, tak jarang aneka cicilan yang membengkak itu akhirnya berubah menjadi buah simalakama. Alih-alih menunaikan kebutuhan pokok bulanan keluarga, penghasilan yang diperoleh dengan kerja keras akhirnya tekor. Terlanjur habis duluan demi membayar beragam cicilan.

Sabtu, 21 Februari 2015

Deskripsi H-26: Musibah



Bencana banjir bandang yang melanda Manado beberapa saat lalu diikuti oleh musibah beruntun berupa tanah longsor. Kala itu Agus sebagai salah satu relawan kebencanaan terekam kamera sedang menyelamatkan seorang balita yang terseret arus deras. Aksi penyelamatan yang ia lakukan membuat Pemerintah Daerah setempat memberikan penganugerahan berupa plakat dan sejumlah uang tunai. Sungguh sebuah anugerah dari arah yang tiada terkira pada saat ia memerlukan uang untuk membawa ibunya yang menderita kanker ganas ke rumah sakit.